Minggu, 22 Februari 2009

Handphone-Motor Vs Angkot

Kemajuan teknologi dan ekonomi begitu sangat terasa. Kemana-mana rasane gak enak kalo jalan kaki, spertinya yang paling nyaman pake motor atau mobil. Bahkan hanya untuk pergi ke pasar mencari sarapan di pagi hari. Dan memang akhir2 ini motor begitu banyak berkembang jumlahnya di masyarakat kita _terutama di sekitar desaku_. Bahkan tanpa uang muka, kita sudah dapat memiliki sebuah motor baru. Hebat bukan?

Dan sisi lain, perkembangan telpon selular semakin pesat, baik dari ponselnya atopun providernya. Bahkan kini _alhamdulillah_ sudah merambah ke pelosok negeri _termasuk desaku_. Semua keluarga sepertinya sudah memiliki apa yang namanya HP. Minimal ada begitu. Dan dengan begini smua terasa begitu mudah. Keperluan apapun semakin mudah. Ngobrol dengan sanak saudara, berbagi kabar lewat pesan singkat sampe berpose bersama di depan HP. Bahkan akses internet juga dari HP. Subhannallah. Betapa besarnya Tuhan yang telah menciptakan manusia yang cerdas yang membuat semua ini begitu nyata.

Tapi sapa tahu, ada hal lain yang dibawa oleh dua teknologi ini.

Suatu hari saat kepulanganku ke kampung halaman di Banyuwangi beberapa tahun yang lalu.
Ada sebuah statemen menarik dari sopir angkot yang aku naiki. Kebetulan ketika itu aku duduk di samping sopir.

Sang sopir ketika itu berujar kurang lebih begini,"Ya, beginilah dik sekarang. Angkot sepiiii banget. Laa gimana, semua orang sekarang mudah kredit motor dan semua orang sudah punya HP. Jadi kalo ada sanak famili yang datang. Tinggal telpon dan minta dijemput di terminal."

Lhaaaaaa ..... kan .... sapa yang pernah berpikir kesana. Aku sndiri merasakan kenyamanan yang amat tidak enak karena angkot2 kosong dan sulit. Belum lagi ditambah kenaikan BBM. Tambah PARAH. Tak hanya angkot biasa, bis antar desa dan antar kecamatanpun sering banget kosng.

Beginilah hidup .... tak akan ada yang tahu apa yang akan dibawa oleh sesuatu. Baik manfaat atau bahayanya. Hanya TUhan yang tahu. Belum lagi jalan-jalanan desaku yang semakin hari makin gak karuan "koreng"nya. AMPUUUN. Mangkane aku males banget pulkam kalo inget yang ini. Tak apa, "Hujan batu di negeri sendiri lebih baik dari hujan uang di negeri" BEGITU KATA ORANG.

Bapak ibu di "kursi empuk", JALAN IKU BENAKNO PO'O.

-sebuah catatan yang lama hanya tercatat di angan-

Tidak ada komentar: