Kamis, 13 Oktober 2011

Belajar Kehidupan dari Kuliah "Tuesday with Morrie"

Tuesdays with Morrie
Tuesdays with Morrie by Mitch Albom
My rating: 5 of 5 stars

Tuesday with Morrie, aku sama sekali gak kenal ama Mitch Albom sebelumnya. Aku dapet buku ini sebagai hadiah ulang tahunku dari salah seorang sahabat baikku. Sahabat yang dari semester pertama sudah sering satu kelompok, sering diskusi, keluar bareng dan gak jarang jadi korban sikapku yang Koleris; gak mau kalah kalo sudah berpendapat. Thanks Ky!

Pertama dapat buku ini udah langsung aku baca (beberapa hari kemudian, karena kebetulan aku lagi baca buku Coelho). Sampe di akhir bagian Selasa Keempat tentang kematian. Aku berhenti dan baru aku teruskan barusan. Skitar dua jam akhirnya dapat aku selesaikan membaca. Entah karena mungkin faktor lagi gak enak badan atau apa. Aku merasa membaca buku ini hari ini sungguh sangat tepat. Banyak hal yang bagus yang kita dapatkan dari buku ini. Bukan karena buku ini menyuguhkan cerita yang seru layaknya Harry Potter, tapi karena buku ini menyuguhkan kita sebuah cerita nyata. Cerita pengalaman Mitch bersama gurunya Morrie. Cerita tentang hari selasa mereka berdua yang penuh dengan kuliah tanpa buku. Kuliah tanpa ada tugas. Kuliah dengan materi pengalaman sang Guru, Mitch.

Ini adalah proyek terakhir mereka. Mitch pun rela setiap Selasa terbang dari Detroit ke West Newtown, Boston. Massachusetts. Tak hanya itu, ia pun rela sampai "menyeboki" guru kesayangannya. Diakhir-akhir pertemuan mereka, Morrie semakin dikalahkan oleh ALS (apa itu ALS baca di sini). Perlahan tapi pasti, kemampuan-kemampuan Morrie mulai berkurang. Dari tidak bisa berjalan, tidak bisa makan sendiri, tidak bisa cebok sendiri, hingga punggungnya harus dipukul-pukul untuk mengurangi cairan di paru-paru agar tidak menggumpal. Batuk yang semula hanya sekedarnya saja hadir, lama kelamaan tak kenal waktu. Malah sering kali mengganggu tidur malamnya.


Apa yang membuat novel ini bagus adalah kisah ini nyata. Membacanya seperti kita ikut kuliah "Selasa" Morrie-Mitch; coach-player; dua orang sahabat. Morrie merupakan guru besar bidang sosiologi juga penyakit jiwa. Meski demikian, jangan dibayangkan kuliah selasa ini isinya tentang dua hal itu. Salam sekali bukan. Kuliah Selasa ini berisi tentang hidup, sederhana tapi benar-benar mengena. Mulai dari mengasihani diri sendiri, penyesalan diri, kematian, keluarga, cinta, emosi, uang hingga maaf. Maaf untuk orang lain dan terlebih untuk diri sendiri.

Seandainya aku membaca lagi, mungkin akan aku garis bawahi quotes-qoutes dari Morrie. Sungguh banyak hal yang dapat kita pelajari. "Kematian mengakhiri hidup, tapi tidak mengakhiri suatu hubungan". Father will remain to be father, best friend will remain to be best friend and so on. Kematian tidak akan mengakhiri suatu hubungan. Dan dengan cinta, kita bisa tetap hidup meskipun kita sudah tidak lagi bernyawa.

Dan yang paling aku suka  plus membuatku tersentuh, entah kenapa, selalu saja tema tentang maaf.
"Tidak hanya orang lain yang perlu kita maafkan Mitch, kita juga harus memaafkan diri sendiri."
"Maafkan diri sendiri. Maafkan orang lain. Jangan ditunda-tunda Mitch.

Ada lagi tentang ikhlas dan syukur (aku membahasakannya demikian), Morrie mengajari kita bagaimana berdamai dengan ketakutan dengan keadaan kita. Rasakan saja sakitnya, patah hatinya. Rasakan sedalam-dalamnya. Kemudian matikan perasaan kita dari semua pengalaman. (baca di kuliah Selasa Keenam - tentang Emosi). Dan masih banyak lagi.

Meskipun ini adalah buku terjemahan, aku bersyukur bahasanya masih terasa mengalir. Semoga kita bisa terus belajar. Semoga kita bisa menghargai dan menemukan makna hidup kita. Untuk apa dan demi apa kita hidup. Masing-masing pasti memiliki jawaban yang berbeda. Membaca ini jadi ingat Steve Job, terutama dari ungkapan yang sering diulang oleh Morrie, "belajar tentang cara mati, maka kita belajar cara hidup"

terakhir, semoga review ini tidak menjadi spoiler. hehehe :D

View all my reviews

Tidak ada komentar: